Jumat, 30 Desember 2011

makalah glomerulunefritis


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal.
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
B.     TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengertian dan etiologi penyakit Glomerulonefritis.
2.      Untuk mengetahui bagaimana insiden  mengenai penyakit ini.
3.      Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari penyakit tersebut.
4.      Untuk mengetahui komplikasi dari glomerulonefritis.
5.      Mampu membuat asuhan keperawatan dari penyakit glomerulonefritis.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    PENGERTIAN
Glomerulonefritis adalah penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Glomerulonefritis terbagi atas dua yaitu glomerulonefritis akut dan glomerulonefritis kronik.
a.       Glomerulonefritis akut adalah istilah yang secara luas digunakan yang mengacu pada sekolompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus.
b.      Glomerulonefritis Kronik adalah mungkin seperti dengan glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen-antibodi yang lebih ringan, kadang-kadang sangat ringan sehingga terabaikan.

B.     ETIOLOGI
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.
Penyebab terjadinya glomerulonefritis adalah virus streptococcus ini yang dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
  1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
  2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
  3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
Ø  Bakteri  :    streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
Ø  Virus    :    hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dll.
Ø  Parasit      : malaria dan toksoplasma.
C. FATOFISIOLOGI
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).
Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Pada glomerulonefritis akut, ginjal membesar, bengkak, dan kongesti. Seluruh jaringan renal glomerulus, tubulus dan pembuluh darah dipengaruhi dalam berbagai tingkat tanpa memperhatikan tipe glomerulonefritis akut yang ada.
Pada glomerulonefritis kronik awitannya mungkin seperti glomerulonefitis akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen-antibodi yang lebih ringan, kadang-kadang sangat ringan sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal, -dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas.
D.INSIDEN
Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).

E.     MANIFESTASI KLINIK
1.      Hematuria b/d infeksi pada ginjal
2.      Edema b/d kelebihan vol.cairan
3.      Hipertensi
4.      Nyeri panggul b/d letaknya kanan dan kiri
Glomerulonefritis akut mungkin ringan sehingga dapat diketahui secara insidental melalui urinalisis rutin yang menujukkan episode faringitis atau tonsilitis sebelumnya, disertai demam. Pada bentuk penyakit yang lebih para, pasien mengeluh adnya sakit kepala, males, edema wajah, dan nyeri pinggul.
Gejala glomerulonefritis kronik bervariasi. Banyak pasien dengan penyakit yang telah parah memperlihatkan kondisi tanpa gejala sama sekali untuk beberapa tahun. Kondisi mereka secara insidental dijumpai ketika terjadi hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum. 

F.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1.      Urinaris : ditemukan hematuria (darah dalam urin),mikroskopi atau makroskopi yang disebut Groshematuria
2.      Protenuri,terutama albumin yang terjadi meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
3.      Pemeriksaan BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin serum meningkat
G.    KOMPLIKASI
1.      Hipertensi, congestive heart failure (CHF), endokarditis.
2.      Ketidakseimbangan cairan dan eletrolit pada fase akut.
3.      Malnutrisi
4.      Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari
-      Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
-      Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun oliguria/anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi di perlukan peritoneum dialisis (bila perlu).
5.      Ensefalopati hipertensi
·         Merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
·         Gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang.
·         Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
6.      Gangguan Sirkulasi
·         Seperti : Dispneu, ortonea, terdapatnya ronchi basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
·         Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.



                                                                                                     











BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN GLOMERULONEFRITIS
A.    PENGKAJIAN

1.       Riwayat atau adanya faktor-faktor risiko:
·         Penyakit kompleks imun seperti sistemik lupus eritematosus dan dan skleroserma.
·         Pemajanan terhadap obat nefrotoksik atauu bahan seperti antimikrobial, agen anti-inflamasi, agen kkemoterapi, media kontras, pestisida, obat narkotika, atau logam berat.
·         Infeksi tenggorok atau kulit sebelumnya dengan streptokokus beta-hemolitik atau hepatitis.
2.        Pemeriksaan fisik berdasarkan survei umum (Apendiks F) dapat menunjukkan : hemturis.
·         Edema: secara umum tampak pada wajah (periorbital) dan kaki tetapi dapat tampak sebagai asites, edema paru, atau efusi pleural.
·         Hipertensi.
·         Penurunan haluaran urine dengan penurunan berat jenis.
·         Urine gelap (warna-teh)
·         Peningkatan berat badan karena retensi cairan.
·         Sakit kepala, peka, atau perubahan ringan pada mental karena hipertensi.
3.      Pemerksaan diagnostik:
·         Urinalisis (UA) menunjukkan hematuria gross, protein, dismorfik (bentuk tidak serasi) SDM, leukosit, dan gips hialin. Adanya dismorfik SDM menunujukkan perdarahan yang berasal dari glomerulus.
·         Laju filtrasi glomerulus (LFG) menurun. Klirens keratinin pada urine digunakan sebagai pengukur LFG. Spesimen urine 24 jam dikumpulkan. Sampel darah untuk kreatinin serum juga ditampung dengan cara arus setengah (midstream).
·         Nitrogen urea darah dan kreatinin serum meningkat bila fungsi ginjal mulai menurun. Ini adalah temuan konsisten dengan berkembangnya glomerulus nefritis.
·         Pieologram intravena (PIV) menunjukkan abnormalitas pada sistem penamppungan ginjal. Kewaspadaan harus diberikan bila kerusakan ginjal berat terjadi karena zat kontras dapat bertahan dan menyebabkan kerusakan ginjal tambahan.
·         Biopsi ginjal secara akurat mendiagnosa jenis khusus dari glomerunefritis dan luasnya kerusakan. Glomerulonefritis prolifratif endokapiler menyebar adalah lesi patologis dasar.
·         Contoh urine acak untuk elektroforesis protein mengidentifikasi jenis protein yang dikeluarkan dalam urine.
·         Kadar komplemen manunjukkan penurunan kadar Cɜ.
·         Penampungan urine 24 jam mendeteksi jumlah dan jenis protein yang dikeluarkan.
·         Eletrolit seru menunjukkan peningkatan natrium dan peningkatan atau normal kadar kalium dan klorida.
·         Albumin serum dan protein total mungkin normal atau agak turun (karena hemodilusi). Pada proteinuria masif, kadar rendah secara bermakna.
4.      Kaji pemahaman pasien tentang tindakan dan prognessis. Perhatikan sering berpusat pada kemungkinan berkembangnya kerusakan ginjal.




B.      DAMPAK PENYIMPANGAN KDM

Terjadinya peradangan kompleks
Antigen-antibodi di kapiler glomerulus
Terjadinya suatu peradangan
Pengaktifan komplement
Aliran darah keginjal
Text Box: Gangguan perfusi jaringanPermeabilitas kapiler meningkat
Protein plasma dan SDM bocor
Melalui glomerulus
Membran gomerulus rusak
Terjadi pembengkakan (edema)                                        kelemahan
  Diruang intestimum                                            masukan makanan sedikit
Tekanan intestimum                                                         nafsu makan
Text Box: Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh.Glomerulus kolaps                                         
    Retensi cairan
Text Box: Gangguan perfusi vol cairan tubuh                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       


C.      DIAGNOSA, INTERVENSI DAN RASIONAL

A.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan faktor kerusakan kapiler glomerulus sekunder terhadap proses inflamasi.
Ø  Batasan karakteristik: edema, hipertensi, penurunan haluaran urine bermakna dibandingkan dengan masukan cairan, peningkatan TD, peningkatan berat badan, hipernatremia.
Ø  Hasil pasien (kolaboratif) : mmendemonstrasikan ekuilibrium cairan dan biokimia.
Ø  Kriteria evaluasi: TD antara 90/60-120/90 mmHg, natrium serum dalam batas normal, penurunan berat badan.
INTERVENSI
1.      Pantau:
·         Kecenderungan berat jenis urine dan proteinuria.
·         Masukan dan haluaran setiap 2-4 jam.
·         Hasil laporan laboratorium serum: elektrollit, kreatinin, albumin.
·         Status umum (apendiks F) setiap 8 jam.
·         Timbang berat badan setiap hari (timbangan, waktu, dan jumlah pakaian  sama.
RASIONAL
            Untuk mengidektifikasi kemajuan ke arah atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2.      Berikan diuretik loop yang diprogramkan dan evaluasi efektivitasnya: resolusi edema, bunyi paru bersih, penurunan TD, peningkatan haluaran urine, penurunan berat badan, natrium serum dalam batas normal.
RASIONAL
Hipertensi pada glomerulonefritis akut lebih tergantung pada volume daripada renin. Diuretik mengeluarkan kelebihan cairan tubuh. Hiponatremia, hipokalemia, dan asidosis metabolik hipokeromik dapat terjadi dengan terapi diuretik agresif.
3.      Beri tahu dokter tentang temuan yang menandakan berkembangnya insufisiensi ginjal yang meliputi BUN dan kratinin serum, dan penurunan secara kontinu haluaran urine disertai dengan perubanhan mental. Berikan obat yang diresepkan (agen sitotoksik seperti Cytoxan atau kortikosteroid seperti prednison) untuk mencegah kerusakan glomerulus lanjut bila perkembangan glomerulonefritis berjalan cepat. Evaluasi efektivitasnya. Jadwalkan obat untuk mencapai efektivitas terapeutik maksimum dan hindari interaksi merugikan antara obat dengan obat. Konsul pada referensi farmakologi atau farmasis bila diperlukan.
RASIONAL
            Tindakan awal untuk progresi glomerulonefritis adalah agen imunosupresif. Tindakan segera diperlukan untuk mencegah penyakit ginjal tahap akhir. Agen Cytotoxic menghambat deposisi kompleks imun di glomerulus, sedangkan kortikosterid mengurangi inflamasi pada glomerulus.
4.       Konsul dokter bila manofesstasi kelebihan cairan menetap atau memburuk terhadap tindakan. Siapkan untuk hemodialisa atau dialisa peritoneal bila dipesankan.
RASIONAL
            Dialisa mungkin sementara diperlukan untuk mengeluarkan produk sisa nitrogen dan kelebihan cairan sampai fungsi glomerulus diperbaiki.
B.     Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor anoreksia dan kehilangan protin sekunder terhadap kerusakan glomerulus.
Ø  Batasan karakteristik: penggunaan otot, kelemahan, masukan makanan sedikit, keluhan penurunan napsu makan, proteinuria.
Ø  Hasil pasien (kolaboratif): mendemostrasikan tak ada lagi kekurangan nutrisi.
Ø  Kriteria evaluasi: berat badan stabil, peningkatan masukan makanan, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
INTERVENSI
1.      Pantau:
·         Hasil albumin, protein, hemoglobin, hematorit, BUN, dan kreatinin serum.
·         Persentase makanan yang dikomsumsi pada sekali makan.
·         Timbang berat badan setiap minggu.
RASIONAL
Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan ke arah atau penyimmpangan dari hasil yang diharapkan. Hemoglobin dan hematokrit rendah menyebabkan sedikit oksigen yang tersedia untuk digunakan oleh tubuh, mengakibatkan kelelahan. Peningkatan BUM dan kreatinin serum menandakan insufissiensi ginjal dan kebutuhan dialisa.
2.      Berikan lingkungan yang nyaman, bebas bau pada saat makan.
RASIONAL
Nyeri dan bau menyebabkan anoreksia.
3.      Berikan makanan sedikit dan sering. Berikan permen keras dan es batu bila pasien pada pembatasan cairan mengalami haus. Alokasikan waktu pemmberian cairan sehingga pasien menerima sesuatu untuk diminum saat interval reguler dan pada saat makan dan minum obat.
RASIONAL
            Makanan sedikit kemungkinan menyebabkan distensi gaster, sehingga menurunkan mual. Batu es dan cairan melumasi mulut dan mencegah  mukosa oral kering. Permen juga membantu memperbaiki rasa pada mulut.
4.      Rujuk pasien pada ahli diet untuk instruksikan tentang modifikasi diet yang diprogramkan,  seperti pembatasan masukan natrium untuk glomerulonefritis akut bila oliguria. Jelaskan bahwa natrium dibatasi untuk membantu menghilangkan retensi cairan .
RASIONAL
             Ahli diet adalah spesialis dalam bidang nutrisi dan dapat membantu pasien memahami hubungan antara penyakit glomerulus dan pembatasan diet dan memilih makanan yang memenuhi kebutuhan nutrsi relatif terhadap pembatasan diet. Kepatuhan ditingkatkan bila pasien memahami hubungan antara kondisi mereka dan terapi yang diprogramkan.
5.      Berikan sumber protein dan kalori optimal pada diet bila albumin serum rendah secara bermakna.
RASIONAL
            Diet tinggi protein dapat mencegah keseimbangan nitrogen negatif, yang terjadi pada proteinuria masif. Karbohidrat untuk mengsuplai kalori yang digunakan  pada efek pemecahan protein.
6.      Anjurkan ambulasi dan sosialisasi untuk toleransi.
RASIONAL
            Latihan meningkatkan peristaltik yang membantu merangsang nafsu makan. Sosialisasi menghilangkan defresi, yang sering terjadi pada berbagai derajat selama penyakit kronik dan akut.
C.     Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan retensi air dan hipernatremia.
Ø  Hasil yang diharapkan: memiliki perfusi jaringan normal yang ditandai oleh tekanan darah normal, penurunan retensi cairan, dan tidak ada tanda hipernatremia.
INTERVENSI
2.      Pantau dan catat tekanan darah setiap 1-2 jam selama fase akut.
RASIONAL
            Pemantauan sering memungkinkandeteksi dini, dan penanganan segera terhadap perubahan tekanan darah anak.
3.      Lakukan tindakan kewaspadaan berikut ini bila terjadi kejang:
Ø  Pertahankan jalan napas melalui mulut.
Ø  Sematkan tanda di atas temppat tidur dan pada pintu, berisi peringatan tentang status kejang anak ditujukan untuk petugas kesehatan.
RASIONAL
            Melakukan tindak kewaspadaan bila terjadi kejang dapat mencegah cedera selama episode serangan kejang. Kendati tidak umum pada glomerulonefritis akut, kejang dapat terjadi akibat kurang perfusi oksigen ke otak.
4.      Beri obat anthipertensi, misalnya, hidralazin hidroksida (Aperesline) sesuai program. Ppantau anak untuk adanya efek samping.
RASIONAL
Pemberian obat antihipertensi dapat diprogramkan, karena hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Kendati penyebab persis hipertensi tidak diketahui, hipertensi mungkin berhubungan dengan kelebihan beban cairan di dalam sistem sirkulasi.
5.      Pantau status volume cairan anak setiap 1-2 jam. Pantau haluaran urine, haluaran harus 1-22 ml/kg/jam.
RASIONAL
           Pemantauan sangat penting dilakukan, karena penambahan volume lebih lanjut akan meningkatkan tekanan darah.

D.      IMPLEMENTASI  
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang ditetapkan dan sesuai dengan masalah prioritas pasien .

E.      EVALUASI
1.      Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan.
2.      Kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat.
3.      Risiko tinggi terhadap infeksi kembali adekuat.

















DAFTAR PUSTAKA
Salam, Nur. 2008. Asuhan Keperawatan Gangguan Ginjal. Jabar. Salemba medika.
Engram, Barbara. 1994. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah Vol. 1. Jakarta. EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah Vol 2. Jakarta. EGC.
Speer, Kathleen Morgan. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta. EGC.
Syaifuddin. 2009. Anatomi Fisiologi Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2. Jakarta. Salemba Medika.